BAB
I
PENALARAN
ILMIAH
1.1. Pengertian
Penalaran
Menurut Minto Rahayu, (2007 : 35), “Penalaran
adalah proses berpikir yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan atau
pengetahuan yang bersifat ilmiah dan tidak ilmiah. Bernalar akan membantu
manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran
dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktifitas berpikir dan bertindak,
manusia mendasarkan diri atas prinsip penalaran. Bernalar mengarah pada berpikir benar, lepas dari berbagai
prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena penalaran
mendidik manusia bersikap objektif,
tegas, dan berani, suatu
sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi”.
Dalam sumber yang sama, Minto Rahayu, (2007 : 35), “Penalaran
adalah suatu proses berpikir yang logis dengan berusaha
menghubung-hubungkan fakta untuk
memperoleh suatu kesimpulan. Fakta adalah
kenyataan yang dapat diukur dan dikenali. Untuk dapat bernalar, kita harus
mengenali fakta dengan baik dan benar. Fakta dapat dikenali melalui pengamatan, yaitu
kegiatan yang menggunakan panca indera, melihat, mendengar, meraba, dan merasa.
Dengan mengamati fakta, kita dapat menghitung, mengukur, menaksir, memberikan
ciri-ciri, mengklasifikasikan, dan menghubung-hubungkan. Jadi, dasar berpikir
adalah klasifikasi”.
Penalaran adalah proses
berpikir yang bertolak dari pengamatan indera(pengamatan
empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi –
proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau
dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Ada dua jenis metode dalam
menalar yaitu deduktif dan induktif.
1.2. Proposisi
Proposisi adalah
pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antara subjek dan predikat. Dengan
kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk
subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Kaliimat Tanya,kalimat
perintah, kalimat harapan , dan kalimat inversi tidak dapa disebut proposisi .
Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi
kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi
kalimat berita yang netral.
Proposisi sendiri berarti data yang dapat dipercaya, disangsikan,
disangkal, atau dibuktikan benar-tidaknya. Agar pembaca dapat menerima data
secara benar maka data ini harus dirumuskan dalam kalimat berita yang netral. Proposisi
ini terbangun karena adanya unsur yang disebut term. Term adalah kata atau kelompok kata yang dapat
dijadikan subjek atau predikat dalam sebuah kalimat proposisi. Dengan
demikian, proposisi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat
dalam subjek dan predikat. Sebagai contoh coba kita lihat kalimat di bawah ini:
“Semua kaca bisa pecah”
Kalimat “Semua kaca bisa pecah” adalah sebuah
bentuk proposisi, sedang kalimat “Semua kaca” dan “bisa pecah”
adalah term.
Hal yang menjadi catatan adalah
bahwa proposisi harus berupa kalimat berita. Dalam kalimat ini pula
harus dapat ditunjuk kelompok kalimat subjek dan kelompok kalimat predikat.
1.2.1. Jenis-jenis Proposisi berdasarkan kriteria
Kita dapat membagi jenis proposisi
menjadi empat kriteria, yaitu berdasarkan bentuknya, sifatnya, kualitasnya, dan
kuantitasnya.
a)
Berdasarkan Bentuk
Berdasarkan bentuk, proposisi dapat
dibedakan ke dalam proposisi tunggal dan proposisi majemuk. Proposisi tunggal
merupakan proposisi yang terdiri atas satu pernyataan, sedangkan proposisi
majemuk merupakan proposisi yang memuat dua (atau lebih) pernyataan dalam satu
kalimat. Sebagai contoh perhatikan kalimat di bawah ini:
“Semua
pelajar harus giat menuntut ilmu dan berdisiplin.”
Pada dasarnya kalimat di atas terdiri dari dua
pernyataan, yaitu “semua pelajar harus giat menuntut ilmu.” dan “semua
pelajar harus berdisiplin.”
b)
Berdasarkan Sifat
Berdasarkan sifat, proposisi dapat
dibedakan ke dalam proposisi kategorial dan proposisi kondisional. Pada
proposisi kategorial, hubungan subjke dan predikat terjadi dengan tanpa syarat,
contohnya dapat kita lihat pada kalimat “Semua kaca bisa pecah.”.
Kemudian pada proposisi kondisional, hubungan subjek dan predikat terjadi
dengan syarat, contohnya dapat kita lihat pada kalimat “Kalau tidak
dipotong, rambut akan panjang.”
Pada proposisi terdapat bagian yang
dijadikan penyebab dan bagian yang dijadikan sebagai akibat. Bagian penyebab
disebut anteseden dan
bagian akibat disebut konsekuen.
Anteseden harus mendahului konsekuen. Proposisi kondisional seperti contoh di
atas disebut proposisi kondisional hipotesis.
Di samping itu, terdapat pula proposisi kondisional disjugtif, yaitu proposisi
kondisional yang mengemukakan pilihan. Biasanya ditandai dengan kata “atau”
pada kalimatnya. Contohnya adalah kalimat “WS Rendra adalah seorang
sastrawan atau budayawan.”
c)
Berdasarkan Kualitas
Berdasarkan kualitasnya, proposisi
dapat dibedakan menjadi proposisi positif (afirmatif) dan proposisi negatif.
Proposisi positif adalah proposisi yang membenarkan adanya persesuaian antara
subjek dan predikat, contohnya adalah kalimat “Mahasiswa adalah kaum
terpelajar”, sedangkan proposisi negatif adalah proposisi yang menyatakan
bahwa antara subjek dan predikat tidak ada hubungannya, contohnya adalah
kalimat “sebagian buah tidak berasa manis.”
d) Berdasarkan Kuantitas
Berdasarkan kuantitasnya, proposisi
dapat dibedakan ke dalam proposisi universal dan proposisi khusus. Pada
proposisi universal, predikat membenarkan atau mengingkari seluruh subjek, yang perlu
digarisbawahi di sini adalah kata seluruh tersebut, contohnya adalah kalimat “Semua
yang belajar di perguruan tinggi adalah Mahasiswa.”. Kemudian pada
proposisi khusus, predikat membenarkan atau mengingkari sebagian subjek, yang perlu digarisbawahi adalah kata sebagian tersebut, contohnya
adalah kalimat “tidak satupun binatang di Taman Safati dibiarkan kelaparan.”
Ada beberapa kata-kata yang menjadi
penanda sebuah proposisi universal, antara lain:
- Universal positif, semua, setiap, masing-masing, apapun
- Universal negatif, tidak satupun, tidak sedikitpun, tak seorangpun.
Sedang untuk proposisi khusus kata-kata yang menjadi penandanya antara
lain:
- Universal positif, sebagian, beberapa, sering, kadang-kadang.
- Universal negatif, tidak semua, tidak seluruhnya.
1.2.2. JENIS-JENIS
PROPOSISI
1) Proposisi kategorik/proposisi
subjek-predikat yaitu Proposisi yang terdiri atas subjek dan predikat. Dalam
proposisi kategorik, predikat mengafirmasi atau menegasi subjek .Contoh:
Ø Jendral
Soedirman adalah seorang pejuang
Ø Akhmad Albar
bukan seorang mentri
2) Proposisi afirmatif/proposisi
positif yaitu proposisi kategorik yang mengafirmasikan atau mengiakan adanya
hubungan antara subjek dan predikat, dalam hal ini diakui pula bahwa subjek
menjadi bagian dari predikat. Contoh :
Ø Aristoteles
adalah ahli logika
Ø Semua
manusia adalah makhluk yang berakal budi
3) Proposisi
negatif yaitu proposisi kategorik yang menegasi atau mengingkari adanya
hubungan antara subjek dan predikat. Contoh :
Ø Sebagian
politisi tidaklah licik
Ø Komputer
bukanlah tempat duduk
4) Proposisi
Universal yaitu proposisi kategorik yang menggunakan pembilang/quantifier yang
bersifat universal (semua, tiap-tiap, masing-masing, setiap, siapa pun juga,
apa pun juga). Contoh :
Ø Beberapa
mahasiswa adalah anak orang kaya
Ø Sebagian
mobil bergardan ganda
5) Proposisi
atomik yaitu proposisi yang hanya terdiri atas satu peryataan dan mengacu
kepada nama diri atau juka menggunakan kata ganti, maka akan menggunakan
penunjuk ini atau itu. Contoh :
Ø Agus Sudrajat
adalah mahasiswa Fisip UNSIL
Ø Orang ini
adalah pencopet
6) Proposisi
asertorik yaitu proposisi yang membenarkan bahwa subjek adalah sesuai dengan
penjelasan yang diberikan oleh predikat. Dengan kata lain, apa yang disebutkan
oleh predikat mengenai subjek memang benar adanya. Contoh :
Ø Semua guru
adalah pendidik
Ø Semua ular
adalah binatang melata.
7) Proposisi
apodiktik yaitu proposisi yang merupakan
kemestian kebenaran dari penjelasan yang diberikan oleh predikat
terhadap subjek berdasarkan pertimbangan akal budi semata. Contoh :
Ø Lima adalah
sepuluh dibagi dua
Ø Semua segitiga
adalah bersisi tiga
8) Proposisi
empirik yaitu proposisi yang didasarkan pada pengamatan dan pengalaman. Contoh
:
Ø Suhartono
adalah karyawan yang paling setia di kantor ini
Ø Petrus
adalah teman saya yang telah menderita penyakit ginjal selama sepuluh tahun
9) Proposisi
majemuk yaitu proposisi yang mengandung lebih dari satu pernyataan yang
terlihat pula lewat subjek atau predikat yang berjumlah lebih dari satu. Contoh
:
Ø Agus adalah
orang yang bijaksana dan rajin (Agus adalah orang yang bijaksana, Agus adalah
orang yang rajin)
10) Proposisi
disjungtif yaitu proposisi majemuk yang menegaskan bahwa pada waktu yang
bersamaan dua buah proposisi tidak dapat kedua-duanya benar atau kedua-duanya
salah. (selalu menggunakan kata atau). Contoh :
Ø Agus atau
Erwin adalah pemimpin sejati
Hanya ada proposisi yang benar :
Ø Agus adalah
pemimpin sejati, atau
Ø Erwin adalah
pemimpin sejati.
11) Proposisi
konjungtif yaitu proposisi majemuk yang menegaskan bahwa dua predikat yang
dihubungkan dengan subjek yang sama pada waktu yang sama tidak mungkin
kedua-duanya benar. Hanya satu yang benar. (biasanya menggunakan kata
“….sekaligus……. dan….”.
12) Proposisi
kondisional yaitu proposisi majemuk yang bersyarat, yang ditunjukan oleh
kata-kata “jika, apabila…….maka”
13) Proposisi
komparatif yaitu proposisi majemuk yang
membandingkan dua subjek yang dihubungkan oleh suatu predikat.
14) Proposisi
problematik yaitu proposisi yang predikatnya hanyalah merupakan kemungkinan
bagi subjek.
15) Proposional
relasional yaitu proposisi yang mengafirmasi atau menegasi hubungan antara dua
hal atau dua subjek.
16) Proposisi
eksponibel yaitu proposisi yang tampaknya tidak jelas apakah ia merupakan
proposisi tunggal atau proposisi majemuk, namun sebenarnya adalah proposisi
majelmuk.
17) Proposisi
ekseptif yaitu proposisi yang subjeknya
dijelaskan dengan kata “selain daripada”, “selain”, dan “kecuali”.
18) Proposisi
eksklusif yaitu proposisi yang subjeknya dijelaskan dengan kata-kata ”semata-mata”,
”hanya” atau ”Cuma”.
19) Proposisi
tanpa pembilang yaitu proposisi yang subjeknya tidak dijelaskan oleh kata
pembilang.
1.3. Inferensi
dan Implikasi
Inferensi adalah tindakan atau
proses yang berasal kesimpulan logis dari premis-premis yang diketahui atau
dianggap benar. Kesimpulan yang ditarik juga disebut sebagai idiomatik. Hukum
valid inference dipelajari dalam bidang logika. Inferensi manusia (yaitu
bagaimana manusia menarik kesimpulan) secara tradisional dipelajari dalam
bidang psikologi kognitif, kecerdasan buatan para peneliti mengembangkan sistem
inferensi otomatis untuk meniru inferensi manusia.inferensi statistik
memungkinkan untuk kesimpulan dari data kuantitatif.Contoh inferensi :
Ø Inkoherensi
tidak ada definisi inferensi deduktif telah
ditawarkan. definisi yang ditawarkan adalah untuk inferensi INDUKTIF. Filsuf
Yunani didefinisikan sejumlah silogisme ,bagian tiga kesimpulan yang benar,yang
dapat digunakan sebagai blok bangunan untuk penalaran yang lebih kompleks. Kita
mulai dengan yang paling terkenal dari mereka semua: Semua manusia fana
Socrates adalah seorang pria
Oleh karena itu, Sokrates adalah fana. Pembaca dapat memeriksa bahwa tempat dan kesimpulan yang benar, tetapi Logika berkaitan dengan inferensi: apakah kebenaran kesimpulan mengikuti dari yang tempat?
Validitas kesimpulan tergantung pada bentuk kesimpulan. Artinya, kata “berlaku” tidak mengacu pada kebenaran atau kesimpulan tempat, melainkan dengan bentuk kesimpulan. Inferensi dapat berlaku bahkan jika bagian yang palsu, dan dapat tidak valid bahkan jika bagian-bagian yang benar. Tapi bentuk yang valid dengan premis-premis yang benar akan selalu memiliki kesimpulan yang benar.
Oleh karena itu, Sokrates adalah fana. Pembaca dapat memeriksa bahwa tempat dan kesimpulan yang benar, tetapi Logika berkaitan dengan inferensi: apakah kebenaran kesimpulan mengikuti dari yang tempat?
Validitas kesimpulan tergantung pada bentuk kesimpulan. Artinya, kata “berlaku” tidak mengacu pada kebenaran atau kesimpulan tempat, melainkan dengan bentuk kesimpulan. Inferensi dapat berlaku bahkan jika bagian yang palsu, dan dapat tidak valid bahkan jika bagian-bagian yang benar. Tapi bentuk yang valid dengan premis-premis yang benar akan selalu memiliki kesimpulan yang benar.
Sebagai contoh, perhatikan bentuk berikut symbological
trek: Semua apel biru. Pisang adalah apel.
Oleh karena itu, pisang berwarna biru.
Oleh karena itu, pisang berwarna biru.
1.3.1.
Macam-macam inferensi
1)
Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu
premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang
ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya. Contoh:
Bu, besok
temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru,
kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak
bisa pergi ke ulang tahun temanya.
Contoh:
Pohon yang
di tanam pak Budi setahun lalu hidup.
Dari premis tersebut dapat kita lansung menari
kesimpulan (inferensi) bahwa: pohon yang ditanam pak budi setahun yang lalu
tidak mati.
2)
Inferensi Tak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik
dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas
dasar penggabungan proposisi-preposisi lama. Contoh:
A : Anak-anak
begitu gembira ketika ibu memberikan bekal makanan.
B : Sayang
gudegnya agak sedikit saya bawa.
Inferensi yang menjembatani kedua ujaran tersebut
misalnya (C) berikut ini.
C : Bekal yang dibawa ibu lauknya gudek
komplit.
Contoh yang lain:
A : Saya melihat
ke dalam kamar itu.
B :
Plafonnya sangat tinggi.
Sebagai missing link diberikan inferensi, misalnya:
C: kamar itu
memiliki plafon
Implikasi adalah rangkuman, yaitu sesuatu dianggap ada karena sudah
dirangkum dalam fakta atau evidensi itu sendiri. Banyak dari kesimpulan sebagai
hasil dari proses berpikir yang logis harus disusun dengan memperhatikan
kemungkinan-kemungkinan yang tercakup dalam evidensi (=implikasi), dan
kesimpulan yang masuk akal berdasarkan implikasi (=inferensi). Implikasi
dapat merujuk kepada:
1.
Dalam manajemen:
·
Implikasi procedural meliputi tata analisis, pilihan
representasi, peracanaan kerja dan formuasi kebijakan
·
implikasi kebijakan meliputi sifat substantif,
perkiraan ke depan dan perumusan tindakan
2.
Dalam logika:
·
Implikasi logis dalam logika matematika
·
Kondisional material dalam falsafah logika
·
Jadi definis implikasi dalam bahasa indonesia adalah
keterlibtan atau keadaan terlibat. Contoh : implikasi manusia sebagai objek
percobaan atau penelitian semakin terasa manfaat dan kepentinganya.
1.4. Wujud
Evidensi
Evidensi adalah semua fakta yang
ada, yang di hubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi
merupakan hasil pengukuran dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami
suatu fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi
pengertian evidensi ini sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun
petunjuk kepadanya tidak dapat dihindarkan. Data dan informasi yang di gunakan
dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian
melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap
di gunakan sebagai evidensi.
Dalam argumentasi, seorang penulis
boleh mengandalkan argumentasinya pada pernyataan saja, bila ia menganggap
pembaca sudah mengetahui fakta-faktanya, serta memahami sepenuhnya
kesimpulan-kesimpulan yang diturunkan daripadanya. Evidensi itu berbentuk data
atau informasi, yaitu bahan keterangan yang diperoleh dari suatu sumber tertentu,
biasanya berupa statistik, dan keterangan-keterangan yang dikumpulkan atau
diberikan oleh orang-orang kepada seseorang, semuanya dimasukkan dalam
pengertian data (apa yang diberikan) dan informasi (bahan keterangan).
Kita mungkin mengartikannya sebagai
“cara bagaimana kenyataan hadir” atau perwujudan dari ada bagi akal”. Misal
Mr.A mengatakan “Dengan pasti ada 301.614 ikan di bengawan solo”, apa komentar
kita ? Tentu saja kita tidak hanya mengangguk dan mengatakan “fakta yang
menarik”. Kita akan mengernyitkan dahi terhadap keberanian orang itu untuk
berkata demikian.
Tentu saja reaksi kita tidak dapat dilukiskan sebagai “kepastian”, Tentu saja kemungkinan untuk benar tidak dapat di kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah menyatakan jumlah yang persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk menangguhkan persetujuan kita mengapa? Karena evidensi memadai untuk menjamin persetujuan jelaslah tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan terhadap pernyataan tersebut. Sebaliknya, kalau seorang mengatakan mengenai ruang di mana saya duduk, “Ada tiga jendela di dalam ruang ini,” persetujuan atau ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam hal ini evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan mudah didapatkan.
Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
Tentu saja reaksi kita tidak dapat dilukiskan sebagai “kepastian”, Tentu saja kemungkinan untuk benar tidak dapat di kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah menyatakan jumlah yang persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk menangguhkan persetujuan kita mengapa? Karena evidensi memadai untuk menjamin persetujuan jelaslah tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan terhadap pernyataan tersebut. Sebaliknya, kalau seorang mengatakan mengenai ruang di mana saya duduk, “Ada tiga jendela di dalam ruang ini,” persetujuan atau ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam hal ini evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan mudah didapatkan.
Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
1.5. Cara
Menguji Data
Data dan informasi yang digunakan
dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian
melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap
digunakan sebagai evidensi.
1.6. Cara
Menilai Autoritas
Menghidari semua desas-desus atau
kesaksian, baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja
atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data
eksperimental. Ada beberapa cara sebagai berikut :
a)
Tidak mengandung prasangka
Pendapat disusun berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh para ahli atau didasarkan pada hasil eksperimen
yang dilakukannya.
b)
Pengalaman dan pendidikan autoritas
Dasar kedua menyangkut pengalaman
dan pendidikan autoritas. Pendidikan yang diperoleh menjadi jaminan awal.
Pendidikan yang diperoleh harus dikembangkan lebih lanjut dalam kegiatan
sebagai seorang ahli. Pengalaman yang diperoleh autoritas, penelitian yang
dilakukan, presentasi hasil penelitian dan pendapatnya akan memperkuat
kedudukannya.
c)
Kemashuran dan prestise
Ketiga yang harus diperhatikan
adalah meneliti apakah pernyataan atau pendapat yang akan dikutip sebagai
autoritas hanya sekedar bersembunyi dibalik kemashuran dan prestise pribadi di
bidang lain.
d)
Koherensi dengan kemajuan
Hal keempat adalah apakah pendapat
yang diberikan autoritas sejalan dengan perkembangan dan kemajuan zaman atau
koheren dengan pendapat sikap terakhir dalam bidang itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar